Minggu, 03 Januari 2010

4 Days That Changed My Life *Part 1*

kawan, inilah yang dari kemarin ingin saya ceritakan
kado yang saya dapatkan di hari sweet seventeen saya
my most beautiful gift for last 17 years
hope you enjoy it! :)

*****

here are 4 days that changed my life
hari-hari dimana saya merasa hidup, dan benar-benar hidup
dan hari-hari inilah yang mengubah pandangan saya tentang hidup
bahwa hidup itu keras, namun hidup itu indah

satu hari menjelang keberangkatan ke Lemdikada Candrabirawa, semua terasa sama seperti saat saya akan menghadapi kaderisasi-kaderisasi KS lainnya. sama seperti saat saya menghadapi latsar, sama saat PAB, dan sama saat PIM. takut itu pasti, karena saya harus kembali menjadi "junior" ditengah kenyataan bahwa sekarang saya sudah menjadi "senior". satu perbedaan yang sangat terasa dalam diri saya; saya benar-benar penasaran. kata-kata Mas RT (alumni favorit saya-red.) selalu terngiang-ngiang dalam pikiran saya. "Di kemah bantara kalian akan menemukan siapa diri kalian, kalian akan melihat siapa teman kalian, dan kalian akan diajarkan bagaimana cara berpikir dengan hati, mensinkronkan antara pikiran dengan hati."

selasa, 22 desember 2009

dengan berbekal satu ransel berisi perkap dan satu travel bag berisi clothing saya berangkat ke sma tiga tercinta, diantar oleh bapak, ibu, sari dan ayu (baca : lengkap). seperti biasa, sesampainya di sanggar saya harus dihadapkan pada kebiasaan jelek scorpio : ngaret. ditemani anggi, saya menikmati penantian dengan memotong kuku kaki saya dengan gunting kuku yang khusus saya persiapkan dari rumah *ga penting*
kami dikumpulkan oleh kakak kelas sekitar jam 7, kemudian cek perkap dengan sedikit bumbu retorika seperti biasa.

truk kesbang linmas pun datang, dan kami segera menaikkan perkap angkatan ke dalam truk. dari awal saya sudah tak yakin bila nantinya kami akan menaiki truk untuk sampai ke bumper. dan benar saja, sesaat kemudian kakak kelas memberi kami amplop berisi 48 ribu untuk ongkos berangkat ke karanggeneng. sebelumnya kami sudah pernah mendengar isu-isu seperti ini, dan yang kami tahu satu orang diberi jatah 5 ribu untuk ongkos. dan setelah kami hitung, kali ini kami hanya diberi jatah 2 ribu. ya, hanya 2 ribu per orang dan kami harus sampai ke jalan pramuka dalam waktu 50 menit.

keceriaan dan prinsip kami yang penting hepi sangatlah kami rasakan di saat seperti ini. "Sante wae, jek ono kenek-e ning kene". dan kenek (baca : desay) kami pun menunjukkan eksistensinya saat itu. tak sampai 3 menit nego dengan supir dan kenek bis gunungpati (atau apalah itu nama jurusannya), kami pun menaikis bis itu dengan ongkos 2 ribu per anak sampai jalan pramuka.
kami sampai di jalan pramuka tepat pada waktunya, dan kemudian berjalan kaki hingga ke bumper, yang jaraknya kurang lebih 3 km. ditengah perjalanan kami bertemu kakak kelas dan materi pertama diujikan pada kami, yaitu membuat peta pita sejak saat itu hingga ke bumper.

kami pun sampai di Lemdikada Candrabirawa.
...here, our fighting has begun...

kami sampai di tugu tunas kelapa dan disambut oleh kakak kelas yang sudah bersiap untuk menyajikan menu pembuka untuk kami; 225 push up atas 15 menit keterlambatan kami. seperti biasa, kami nyicil 40 push up.
selanjutnya kami mendirikan tenda seperti biasa, telat seperti biasa, dan push up lagi seperti biasa. hari pertama memang hari yang sangat melelahkan bagi kami, karena ini adalah hari pembiasaan. biasa untuk dikerasi dan dikejami, karena hidup memang kejam, seperti kata mas RT.

rabu, 23 desember 2009

kami mengawali hari ini dengan senam, lari, dan PBB. tapi saya tak akan menceritakan hal-hal tersebut secara detail, karena ada suatu bagian dari hari kedua ini yang ingin benar-benar saya ceritakan. bagian terpenting, dan tak kan pernah terlupakan dalam hidup saya. the best and the most unforgottable part of this camp. inilah titik dimana saya dapat melihat siapa kami sebenarnya. who is the real scorpio.

this most important part began when we were gathered to have a briefing about hiking.
kalimat yang menjadi kunci dan akan selalu kami ingat adalah, "Dek, di ingat-ingat. Petunjuknya ada macem-macem. ada panah warna ijo, ada rafia kuning, dan ada tanda alam. Yang dimaksud tanda alam tu segala sesuatu mengenai alam yang terlihat rancu dari sekitarnya"
kemudian kami dibagi menjadi 5 sangga. 1 sangga berisi 4 orang. sangga saya adalah sangga yang pertama kali berangkat, kemudian disusul sangga yang dipimpin oleh wanda *temon*, lalu ilham *ibai*, fadhil *kuli*, dan yang terakhir adalah billal.

dari awal, sangga saya yang beranggotakan anggi, binowo, avie, dan saya sendiri sudah terlihat tak utuh, karena binowo dan avie sedang dalam kondisi tidak fit. tinggallah saya *yang juga sedang tidak beres* dan anggi yang harus benar-benar jeli dan peka akan petunjuk yang ada. dan ternyata kami tak cukup jeli melihat petunjuk yang ada. kami sampai harus diperingatkan oleh kakak kelas karena telah melewati petunjuk yang ternyata berupa kertas kecil bergambar panah warna hijau yang diikatkan pada rumput di tepi jalan. saya dan anggi yang merasa kecolongan segera memasang mata lebih peka untuk mencari jejak selanjutnya, tapi tak berhasil juga, hingga sangga kedua yang dipimpin oleh temon datang dan berhasil menemukan petunjuk selanjutnya. disini saya akui, temon sungguh-sungguh-amat-sangat-luarbiasa-peka-sekali, karena petunjuk tersebut ternyata berupa tanda alam, yaitu ilalang di persimpangan jalan yang sengaja dibengkokkan sehingga menunjuk ke arah salah satu gang. sesaat saya mulai pesimis, bagaimana mungkin saya bisa peka dengan ilalang yang dibengkokkan?

kami pun kembali berjalan, dengan diikuti sangga temon yang berjarak sekitar 100 meter di belakang. menemui persimpangan, kami kembali berhenti. binowo dan avie duduk karena kelelahan, sedangkan saya dan anggi mencoba maju di tiap gang untuk mencari petunjuk. karena tak kunjung menemukan apa-apa, kami memanggil temon untuk segera mendekat. temon dan ais pun memeriksa di tiap-tiap gang, dan tak menemukan satu pun petunjuk yang masuk akal. kami pun memutuskan untuk mulai mencari petunjuk yang tak masuk akal. dan, *lagi-lagi* temon menemukan petunjuk itu. sebatang pensil yang berada di pinggiran rumah di ujung persimpangan jalan, yang ujungnya menghadap ke satu gang. tak lazim, karena sekitarnya adalah tumbuh-tumbuhan dan pot yang berjajar rapi. kami pun bertanya pada seorang bocah yang *tiba-tiba* keluar dari rumah itu, apakah ia pernah bermain pensil dan jatuh di pinggiran. ia menjawab tidak, dan mantaplah kami untuk melaju ke arah yang ditunjuk oleh ujung pensil tersebut.

perjalanan kami selanjutnya, tak pernah lepas dari keberhasilan temon dan ais dalam menemukan dan mengartikan tanda alam. kami tetap berjalan beriringan 4 sangga, dengan jarak kurang lebih 100 meter tiap sangga, karena takut sewaktu-waktu bertemu pos dan dihukum karena jarak kami yang terlalu dekat. lama-kelamaan, kami pun semakin masuk ke hutan, dan makin banyak kami temui petunjuk berupa rafia kuning, yang membuat kami mantap dan yakin dalam berjalan.

di tengah perjalanan, kami menemukan banyak kayu bakar dalam keadaan sudah terikat. kami pun tersentak kaget, tiba-tiba tersadar akan tugas yang diberikan kakak kelas kepada temon, bahwa hari ini kami harus mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya. kami merasa kayu-kayu bakar ini seolah sudah disiapkan untuk kami, dan menguji kepekaan kami terhadap lingkungan dan tugas yang diberikan pada kami. akhirnya kami ambil kayu-kayu tersebut, kami bagi untuk 4 sangga, kemudian kami ikat dengan sobekan kulit kayu dan tali pramuka yang kami bawa. kayu bakar sisanya kami tinggalkan dalam keadaan agak berserakan, sebagai petunjuk untuk sangga 5 agar mereka mengambil juga.

tak terasa, sudah 3 jam-an kami berjalan. medan yang kami lalui pun semakin berat. tak jarang kami berhenti sejenak, barang 3-5 menit untuk beristirahat. kami tak lagi memberi jarak 100 meter tiap sangga, karena kami semakin masuk ke hutan dan takut bila terpisah. kami pun mulai merasa ada sesuatu yang tak beres, karena hingga 3 jam berjalan kami belum menemukan satu pos pun. sangga terakhir pun belum tampak di kejauhan, apalagi di kedekatan.

tutik mana ya? mereka nyasar nggak ya? *yang nyasar mereka apa kita?*
kalo kita nyasar kan mending, 16 orang, lha mereka cuma 4 orang.. *kan ada billal*
tapi billal apa peka sama tanda alam? dia kan belum biasa sama yang kayak gini *kan ada tutik*
tapi tutik ketoke rak patio peka yo... *yowes didongakke wae ben slamet...*
kok belum ada pos juga yaaa? *berarti masih jauh banget ya jalannya?*
Ya Allah, kakaknya nungguin kita berapa jam coba... kasian ik...
kakaknya lagi apa ya? *makan makan kali*
kakaknya kuatir sama kita nggak ya? *ngapain kuatir*
ya kalo kita nyasar beneran... mereka nyariin kita nggak ya? *nggak, ngapain nyariin*
kalo kita nyasar mereka sedih nggak ya? *sitik*


itulah ocehan-ocehan yang berkali-kali kami dengar selama perjalanan. *atau mungkin hanya saya yang dengar, saya tak tahu, karena sebagian besar ocehan saya dan binowo*
so far, kami baik-baik saja dan tetap ceria. sering terdengar canda tawa diantara kami. medan yang kami lalui semakin berat, tapi jujur kami senang. tiap ada air yang mengalir, kami berhenti untuk minum. suatu saat, sumber air yang kami tunggu-tunggu ternyata seperti pipa PDAM yang besar dan letaknya agak menjorok dari tepi sungai, sehingga kami tak dapat meraihnya. temon *yang memang dewa-nya TTG* membuat alat pengambil air dengan mengikatkan aqua gelas kosong di ujung tongkat pramukanya. kami pun bergantian minum dari alat canggih *bagi orang kehausan* buatan temon tersebut.


lama kelamaan, tanda alam yang kami temukan semakin tak masuk akal (baca : mekso). tapi kami percaya pada temon dan ais yang sekarang sudah punya pengikut baru, yaitu fadhil dan anggi. tiap ada persimpangan jalan, secara otomatis para wanita *termasuk fikar, fajar dan ibai* dan binowo *yang bukan wanita* duduk dan beristirahat sejenak, sedangkan 4 pemuda lainnya mencari petunjuk selanjutnya. setelah mereka menemukan petunjuk, kami pun bangkit dan mengikuti mereka.

adzan dzuhur pun berkumandang. alhamdulillah, kami masi bisa mendengar adzan. karena belum menemukan tempat yang enak untuk shalat, kami terus berjalan, hingga menemukan tangga yang *nauzubillah* amat panjang dan jauh. kami pun mulai menapaki tangga yang sudutnya lebih dari tangga normal tersebut. di tengah tengah, tangga tersebut terpotong dan kami melihat ada pipa bambu yang mengalirkan *mungkin* air tanah. kami pun berhenti, mengisi botol dengan air tersebut dan meminumnya. walaupun tanahnya miring, kami memutuskan untuk sekaligus shalat dzuhur di tempat itu, mumpung ada air yang mengalir. kami pun shalat dengan posisi seperti hendak ngglundung pada saat sujud, saking miringnya tempat itu. setelah shalat, kami melanjutkan perjalanan.

medan selanjutnya tak kalah sulit dan tak kalah indah dari medan-medan sebelumnya. anggi hingga pernah mengagetkan kami karena terjatuh di sungai ketika sedang mencari petunjuk. memang tak luka, tak apa-apa, tapi tetap saja anggi takut dan kaget karena ia jatuh diantara bebatuan sungai yang jika membentur kepala bisa bocor, retak, gegar otak dan semacamnya *happy tree friends*

*****

mengingat besok sekolah, dan ini sudah jam 10 malam, tak baik bagi kesehatan mata jika berlama-lama menghadap radiasi komputer (baca : ngantuk)
i'll be right back after the commercial break. stay tune ;)

4 komentar:

  1. @ mas jacob : okee maas :D
    @ fikar : yo, sek

    BalasHapus
  2. Hi, blog yang menarik.

    Silahkan kunjungi informasi tentang berbagai karya ilmiah dari kami
    http://www.unand.ac.id/arsipua/abstrak/

    BalasHapus